Langsung ke konten utama

Merantau Menjauhkanmu dari Keluarga?

Alohaaa!


Peringatan: 
1. Tulisan ini ditulis seenaknya aku aja, nggak ada eyd-eyd-an, nggak pake aturan penulisan. Sekarep bacotanku wae.
2. Tulisan ini khususonnya untuk anak rantau sih, tapi kalau you-you -anak wilayah lokal- pada penasaran aja gitu, yaudeh sikatin aje bos.

Bismillah...


Setelah sekian lama, setelah hectic dengan segala urusan perkuliahan yang sempat bikin ku lupa, akhirnya ku kembali ke ranah per-blog-an ini lagi. YASH!



Tapi kali ini, nggak tahu kenapa jadi pengen bahas yang serius-serius gitu deh. 

Yap! Sesuai judul, ku ingin sekali membahas tentang:
"apakah merantau itu selalu berarti menjauh dari keluarga?"

Menjauh dari keluarga.

MENJAUH.

M E N J A U H .

Y A I Y A L A H .

N A M A N Y A J U G A M E R A N T A U .

Kan arti merantau:



YAKAN YAKAN? Sip. Dah kejawab. Sampe sini doang isi postinganya ternyata. Bhay.













ENGGAK WOY!




Nggak gitu loh, gengs. Maksud 'jauh' disini itu yang bukan hanya sekedar jarak, tapi apa ya, lebih ke apa-apa yang biasa kita lakukan ke keluarga malah lama-lama memudar atau bahkan nggak sama sekali.
Misal, yang dulunya kita apa-apa curhat ke keluarga, punya temen nyebelin cerita ke keluarga, ada lawan jenis deketin cerita ke keluarga, bahkan main ludo kalah sama bot juga diceritain ke keluarga): huhu.

Nah, hal-hal yang kayak gini nih, yang terkesan sepele, tapi akan kamu pikirkan di suatu hari kemudian ngedumel sendiri:

"Damn, kenapa makin kesini makin kayak gini ya gue? Makin jauh, sama keluarga sendiri."



Semenjak merantau, kuliah, dan sibuk dengan segala macem tektek-bengeknya ku jadi jarang nanyain kabar keluarga, terutama orangtua. Nanyain kabar kalau emang ditanya duluan aja, atau emang basa-basi sebelum nyampein maksud sebenarnya. Plis banget jangan ditiru.

Apalagi buat tipikal sepertiku ini, bertelepon ria sama keluarga itu ya jarang banget, aku lebih betah teleponan sama sahabat atau bahkan teman lawan jenis berjam-jam ketimbang sama keluarga sendiri. Bukan nggak sayang gengs, gila apa ya kalau alasannya gitu. Tapi gimana ya, aku tuh bawaannya mau nangis gitu loh tiap ngobrol sama keluarga hanya via smartphone aja. Dan aku gengsi, khawatir tumpah ruah airmata di depan smartphone sewaktu teleponan. PINGINNYA KETEMU, TERUS PELUK AJA LANSUNG GITU. 

See?

Jadi kayanya cintaku pada keluarga lebih besar ya ketimbang kalian yang  tiap hari bertelepon sama mereka hanya karena sebuah 'rutinitas'. Pasti cepat bosan. Hehehehe ngaku!
Karena kelakuan yang seadanya gini, keluarga pun ngabarin kita kalau emang dirasa perlu aja. Kita jadi nggak tahu secara detail apa aja sih yang kita lewatin tentang keluarga kita? mereka ngapain aja ya? mereka sebenarnya okay-okay aja nggak sih?


Hingga akhirnya bisa jadi suatu hari kita ngalamin hal yang ujung-ujungnya cuma bikin kita bengong doang. (semoga jangan deh!)

Gini misalnya, ku berikan dua gambaran.

Pertama, kita tiba-tiba terima kabar kayak gini:

"Kak, (sebut anggota keluarga) kecelakaan/sakit/jatuh."

hey..

hey..

HEY..

PANIK NGGAK LO?

Pasti sih, terus kemudian apa? Selain nanyain kabar selanjutnya? Nggak ada lagi.

Kamu nawarin diri untuk pulang sekarang juga tapi yang kamu terima malah kayak gini:

"Udah nggak papa kok, gausah panik ya"

WAH GILA SIH. YA MAKIN PANIK LAH. KESEL JUGA JANGAN LUPA.


Gimana nggak kesel, terus kemarin-kemarin kemana aja? kenapa nggak ngabarin? Terus, terus, saat si korban sedang parah-parahnya ku ngapain? Asik mengerjakan tugas dan ngurusin proker-proker organisasi doang? HEY GAK GITU. Tugas terpenting ya tetep ngurus keluarga, proker terpenting ya tetep merhatiin keluarga. Jadi, jadi, ya...... ah. gitu deh.


Kedua, kita sebagai anak rantau yang buang-buang duit, beli ini beli itu, pergi kesini pergi kesitu, sampai akhirnya di akhir bulan atau di akhir minggu uang kita habis. Jadi miskin. Lalu habis itu kemana lagi minta uangnya kalau nggak ke keluarga sendiri? (beda cerita sih kalau lo punya atm berjalan sendiri)

Keluargamu mungkin ngasih-ngasih aja karena mereka pikir biaya hidupmu berat. Pengeluaran banyak. Hidup sebatang kara di kota orang lain. Pastilah mereka kasih. No matter what. Demi kesejahteraan dan kesehatan dirimu. Padahal mereka nggak tahu uangmu habis karena dan/atau untuk apa. Sementara kamu tahu, kalau kamu nggak buang-buang uang di awal kamu pasti masih bisa makan enak di akhir ini.

Terus kamu disini yang miskin kemudian mendadak tajir kembali di akhir bulan/minggu gimana? Mikirin nggak finansial keluargamu sebenarnya baik-baik aja atau gimana? Siapa tahu ternyata mereka nggak baik-baik aja. Keperluan mereka ternyata lebih banyak. Mereka lebih butuh uang-uang itu dibanding kamu. Kamu sih diem aja nggak tahu apa-apa karena mereka nggak ceritain detail nya kayak apa. 

Nah itu sih. Mereka nggak ceritain detailnya kayak apa. Karena emang kitanya jauh. Jauh.

Ya, benar, mungkin kita tahu maksudnya baik. Mungkin nggak pingin kita jadi kepikiran, terus ngaruh ke urusan perkuliahan. Tapi minimal kasihlah kita peran, atau sebatas untuk tahu aja saat itu juga dengan cara baik-baik. Kali dari jarak jauh pun kita bisa masih bantu. Doa yang lebih, semisal.

Jadi, dari segala macam pemaparanku diatas, bener nggak sih merantau itu (somehow) malah bikin kita jauh dari keluarga?

Jika memang iya, lantas bagaimana?


Bijaklah. Itukah jawabannya?



Selamat berubah! Semoga dari sini ada lah sepatah dua patah kata yang kedepannya bisa kalian pikirin baiknya gimana. Akupun sama, sedang belajar.

Teruntuk semua anak rantau, semoga berpindahnya kita bisa bermanfaat, minimalnya untuk diri sendiri. Baiknya untuk keluargamu juga.

Karena apa hey?

HARTA YANG PALING BERHARGA ADALAH KELUARGA,
MUTIARA PALING INDAH ADALAHHHH?????? *sodorin mic*

K E L U A R G A .


sekyan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teruntuk Kamu Si Pemilik Hari dan Hati Ini

Ditulis di 2016. Disalin karena ingin. M alam ini. 1 jam menuju tahun baru. tahun baru agamaku. tapi sama sekali tak akan ku bahas agama dalam tulisanku. karena memang tak berkaitan. oh! tunggu, hampir ku lupa.  aku sadar. ini tentangmu si pemilik peringatan tahun baru ini. mari kita mulai. teruntuk kamu, aku sedang meratap. dengan alunan musik penuh kata dalam drama. aku sedang terpuruk. sangat. menangis untuk jeda waktu yang lama. menangis dengan air mata yang ku tahan sejak detik itu. detik ketika aku mengetahui semuanya. semuanya. benar benar  semuanya. sakit. hanya itu. selebihnya ku tahan. jika tidak.  maka memerahlah aku saat itu. bukan merah karna malu. atau karena sedang diterpa rindu. tapi karena amarahku. yang juga diserang api cemburu. tahu mengapa? semua berawal dari hari kamu mampir dalam pikiran. satu hari aku dirundung kasmaran. beberapa hari untuk efek dahsyat peningkat semangat. haha. Ternyata. blam!

I Want You, Love by Teza Sumendra

I Want You, Love Teza Sumendra For the first time I saw you You make me feel like You make me feel like I wanna take you I wanna take you to my castle Maybe we can chill Maybe we could Make love right now But I gotta say this ** I want you, Love Baby, I've been looking at you I wanna touch you, Love Baby, I've been thinking bout you We can make some love Take that cloth off on you You can take it, Love Do whatever you wanna do Baby, I'm ready To take alll of you I want you to lead me And put me inside you And baby chill out Lay down and enjoy the ride I will kiss you from your neck And push you hard You could chill down Put your guard down While you take it off Then you screamin' out While you call my name And I break you off Yeah you got me good And it feels so good Can I keep you in my arms? Don't wanna get you off my body Back to **

Kalau aku gendut, terus kenapa?

"So, Why? Ada yang salah emang dari cewe dengan berat badan 55 kg dan tinggi 150an? It's no too bad!" Itulah sebagian perbincangan Salsa dengan bayangannya sendiri sedari tadi didepan cermin. Perlu diketahui bahwa Salsa sudah hampir satu jam di depan cermin hanya untuk membicarakan lingkar perut dan berat lemak yang terkandung pada bagian perutnya. Baginya, itu tidak terlalu mengganggu. Selama Ia masih sehat dan masih bisa bernafas panjang itu tak akan mengganggu segala aktivitasnya. "Lha terus? Kenapa gue harus bingung, toh ini gak terlalu jadi masalah juga, kan?" You're right, Salsa. . . . . . . . Tapi yang jadi masalah, terlalu banyak orang di luar sana yang terlalu memikirkan apa yang bukan jadi masalahmu. Mereka mengganggumu. Mereka masalahmu.                               *** Semua ini berawal ketika Salsa memasuki tahun ajaran baru dengan sekolah baru. "Itu berarti kelasku bakal baru juga, dong? wah teman-temanku pasti akan lebih men