Langsung ke konten utama

Time Travel; catatan akhir sekolah

Aloha!

Sehubungan akan berakhirnya masa sekolah saya (sekitar 1-2 bulanan lagi), saya akan menceritakan sedikit tentang berbagai pengalaman (yang mungkin sedikit menyedihkan) selama saya sekolah dari SD hingga SMA.

Tanpa banyak pendahuluan, mari kita mulai!(:

Dimulai dari kepindahan saya di kota ini, saya masuk ke sekolah dasar yang cukup dekat dari rumah saya. Di tahun pertama, suasana sekolah masih aman, cuma saya memang sedikit tidak nyaman karena ibaratnya, saya yang  memang pindah dari sekolah kampung ke sekolah kota, tentu merasa teman-teman saya pun akan berbeda nantinya. Dan memang benar, ditahun berikutnya, saya mulai sadar bahwa di sekolah baru saya ini memang ada pengelompokkan tersendiri bagi tiap kalangannya. Saya yang lagi-lagi merasa sebagai anak kampung pun tentu menjadi minder dan alhasil sulit untuk bersosialisasi. Setiap hari saya wajib ditunggu sampai pulang sekolah oleh ibu saya, mungkin tidak selalu, tetapi minimal sebelum jam pulang sekolah saya harus sudah melihat ibu saya dari pintu kelas. Kenapa saya jadi minder? itu pasti karena alasan. Alasannya cukup jelas karena sekali lagi saya katakan, saya merasa memang ada pengelompokkan tersendiri di sekolah saya itu. Bahkan saya ingat, suatu kelompok pernah menghampiri saya ngomong ini-itu yang nggak jelas arahnya kemana, memperkenalkan diri seolah-olah merekalah yang berkuasa atas sekolah itu. Lucu sekali.

Oh! ada fakta menarik yang saya ingat beberapa bulan setelah masa-masa itu, waktu itu saya sempat ditawari untuk menjadi salah satu anggota genk di kelas saya itu. Saya benar-benar tidak ingat apa tanggapan saya waktu itu, tapi yang saya ingat waktu itu saya masih menjadi diri saya yang sangat pemalu dan nggak ambil pusing soal genk-genk itu. Sampai akhirnya, selepas dari itu, kami sekelas pun mulai berbaur, semua sudah benar-benar baik-baik saja. Dan yang saya ingat sudah tidak ada lagi pengelompokkan-pengelompokkan nggak penting itu. So happy{:

Saya pun lulus ke jenjang berikutnya, yang ini juga tidak terlalu jauh dari rumah saya. Semester pertama saya sekolah semua sangat baik-baik saja karena kebetulan teman-teman di sekolah baru saya ini kebanyakan masih sama dengan teman-teman saya di sekolah sebelumnya.
Tapi pada kenyataanya, hidup memang nggak akan pernah mulus-mulus aja. Lagi-lagi saya punya musuh. Hm, bukan musuh sih, lebih ke hater mungkin ya (?)
Kalau boleh jujur memang dari awal saya tidak pernah memancing atau cari gara-gara sama siapa pun. Berantem pun nggak pernah. Cuma memang saya merasa -bukan sombong- terlalu banyak orang iri disekeliling saya, termasuk si dia ini. Dari awal saya nggak tahu salah saya apa, cuma saya merasa "orang ini kok makin sering sensi ke saya gitu ya" Selain sensi, diapun banyak berbohong ini-itu ke saya dan teman-teman saya. Dia juga ngomongin ini-itu tentang saya dibelakang saya. Saya mulai gerah. Bodohnya saya waktu itu, dasar pikiran bocah ya, saya posting kekesalan saya di salah satu media sosial yang hype pada waktu itu (atau mungkin sampai sekarang). Alhasil dia -dengan membawa tameng predikat 'kaka kelas' - nya itu- menghampiri saya yang sedang bersama teman-teman saya. Dari awal dia datang sebenarnya saya nggak mau ambil pusing. Tameng yang dia bawa pun tak masalah bagi saya. Cuma saya sadar dia berhak untuk marah tentang posting-an saya waktu itu, dan sampai sekarang saya akui saya memang salah pada waktu itu. Cuma ya saya juga nggak mau dong kalah ditempat gitu aja, saya pun bertanya sebenarnya apa sih alasan dia sampai dia sebegitu sensinya sama saya. And guess what? yang saya dengar waktu itu adalah:

"ya guenya tuh iri sama lo yang pinter dikelas" (P.S penulisan kata-kata dibuat senikmat mungkin)

And BOOM! thankyou, honey. I'll take it as compliment. Saya dan teman-teman saya kaget berjamaah. Dan lucunya -ini benar-benar tanpa rencana apapun- kami mengucapkan kalimat ini secara bersama-sama:

"YA MAKANNYA BELAJAR"

Asli. Nggak boong. Itu epic banget, sih. Lucu. Akhirnya dia pun menyelesaikan perkara kita begitu saja. Kami pun dianggap damai.

Dua atau tiga tahun kemudian saya masuk ke jenjang yang lebih tinggi. Senior High School. Tidak akan banyak yang saya bahas. Saya akan berhati-hati dan menghormati pihak mana pun yang saya akan bicarakan untuk hal ini.

Berbicara mengenai masa SMA, saya masuk ke sekolah favorit di kota saya. Dari awal masa orientasi sampai penempatan kelas, semua berjalan lancar nan jaya. Di semester pertama pun semua masih lancar nan jaya. Sampai pada akhirnya lagi-lagi saya merasa seseorang membenci saya. Gimana pun, saya sudah fasih betul dengan orang-orang seperti ini. Cuma bedanya untuk yang ini, pada awalnya saya benar-benar tidak tahu apa alasannya. Saya merasa saya nggak ngapa-ngapain dia. Berteman pun seperti biasa. Cuma beberapa kali dia -yang bersangkutan- memojoki saya dikelas, seperti menyindir. Saya sebenarnya merasa orang-orang di sekitar saya tahu alasannya. Tapi nggak ada yang memberi tahu saya. Saya sempat drop, karena kali ini benar benar gila. Saya benar-benar dibedakan oleh dia, saya disindir habis-habisan bahkan beberapa kali dengan kata-kata yang sama sekali nggak pantas. Saya berusaha buat masti-in kalau itu bukan untuk saya. Sampai ternyata itu memang untuk saya. Mereka -teman-teman- saya pun akhirnya memberitahu semuanya. Masalah sepele. Cemburu. Untuk cowok yang sama sekali nggak ada kaitannya dengan hidup saya. Saya sedikit lega. Sampai akhirnya saya, dia, dan teman-teman berunding soal ini. Semua sudah jelas. Saya sendiri bukannya merasa sebagai korban kok, namun memang begitu kenyataannya. Persoalan pun selesai.

Dari semua pengalaman di atas tentu sangat banyak yang saya pelajari. Saya pun memikirkan kira-kira apa pemicu utama orang-orang sensi/sebal/benci dengan saya. Alasan terkuat yang dapat saya simpulkan sampai saat ini mungkin karena sifat saya yang cenderung tidak mudah akrab dengan orang lain. Saya tipikal orang yang terlihat dekat atau sangat dekat dengan orang-orang yang memang sudah benar-benar saya kenal. Bukan berarti saya nggak suka dengan orang-orang yang nggak akrab dengan saya, cuma saya sedikit susah dalam menjalin obrolan-obrolan kecil basa-basi dengan orang lain, apalagi orang-orang baru. Orang-orang baru mungkin akan sangat tidak nyaman ketika bertemu dengan saya. Saya pun belajar membenah diri saya dengan bersikap seramah mungkin dengan orang-orang. Kalau nggak jago dalam menghidupkan percakapan, At least saya belajar banyak mendengarakan, dan sedikit demi sedikit pun belajar cara merespon dengan sebaik mungkin.

Jadi, begitulah 'Time Travel; catatan akhir sekolah' saya kali ini. Semoga ketika saya mulai hidup dengan dunia baru (dunia perkuliahan) nanti, nggak akan ada lagi kasus-kasus seperti di atas dan saya pun dapat menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Mohon maaf apabila ada ketidaknyamanan kata-kata dalam penulisan. Untuk setiap keluhan mengenai tulisan saya kali ini silakan hubungi saya di saviraksuryani@gmail.com

Yang terbaik untuk semuanya, Terimakasih!!!{:


catatan:
Untuk pengalaman-pengalaman kalian atau respon tentang cerita saya kali ini, yuk berbagi di comment box di bawah!{:

Komentar

  1. Oh oh menarik sekali cerita masa sekolahnya Mbak. Semenjak SD sudah mengalami gejolak dalam pertemanan. Namun, percayalah masa2 kuliah paling ahli dalam kasus2 seperti ini. Saya saja yg ketika sekolah merasa aman damai tenteram berteman dg siapa pun malah bersengketa dengan sahabat sendiri di semester kedua kuliah. Sepertinya fase2 tersebut memang harus kita lalui dan tak dapat dihindari.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahh ini nih omongan yang paling saya takuti. Kasus-kasus di tv aja udah bikin ngeri sendiri ya, Mbak. Mbaknya semangat ya! Semoga terhindar dr masalah((:

      Hapus

Posting Komentar

Mungkin bisa kita bicarakan di comment box:}

Postingan populer dari blog ini

Teruntuk Kamu Si Pemilik Hari dan Hati Ini

Ditulis di 2016. Disalin karena ingin. M alam ini. 1 jam menuju tahun baru. tahun baru agamaku. tapi sama sekali tak akan ku bahas agama dalam tulisanku. karena memang tak berkaitan. oh! tunggu, hampir ku lupa.  aku sadar. ini tentangmu si pemilik peringatan tahun baru ini. mari kita mulai. teruntuk kamu, aku sedang meratap. dengan alunan musik penuh kata dalam drama. aku sedang terpuruk. sangat. menangis untuk jeda waktu yang lama. menangis dengan air mata yang ku tahan sejak detik itu. detik ketika aku mengetahui semuanya. semuanya. benar benar  semuanya. sakit. hanya itu. selebihnya ku tahan. jika tidak.  maka memerahlah aku saat itu. bukan merah karna malu. atau karena sedang diterpa rindu. tapi karena amarahku. yang juga diserang api cemburu. tahu mengapa? semua berawal dari hari kamu mampir dalam pikiran. satu hari aku dirundung kasmaran. beberapa hari untuk efek dahsyat peningkat semangat. haha. Ternyata. blam!

I Want You, Love by Teza Sumendra

I Want You, Love Teza Sumendra For the first time I saw you You make me feel like You make me feel like I wanna take you I wanna take you to my castle Maybe we can chill Maybe we could Make love right now But I gotta say this ** I want you, Love Baby, I've been looking at you I wanna touch you, Love Baby, I've been thinking bout you We can make some love Take that cloth off on you You can take it, Love Do whatever you wanna do Baby, I'm ready To take alll of you I want you to lead me And put me inside you And baby chill out Lay down and enjoy the ride I will kiss you from your neck And push you hard You could chill down Put your guard down While you take it off Then you screamin' out While you call my name And I break you off Yeah you got me good And it feels so good Can I keep you in my arms? Don't wanna get you off my body Back to **

Kalau aku gendut, terus kenapa?

"So, Why? Ada yang salah emang dari cewe dengan berat badan 55 kg dan tinggi 150an? It's no too bad!" Itulah sebagian perbincangan Salsa dengan bayangannya sendiri sedari tadi didepan cermin. Perlu diketahui bahwa Salsa sudah hampir satu jam di depan cermin hanya untuk membicarakan lingkar perut dan berat lemak yang terkandung pada bagian perutnya. Baginya, itu tidak terlalu mengganggu. Selama Ia masih sehat dan masih bisa bernafas panjang itu tak akan mengganggu segala aktivitasnya. "Lha terus? Kenapa gue harus bingung, toh ini gak terlalu jadi masalah juga, kan?" You're right, Salsa. . . . . . . . Tapi yang jadi masalah, terlalu banyak orang di luar sana yang terlalu memikirkan apa yang bukan jadi masalahmu. Mereka mengganggumu. Mereka masalahmu.                               *** Semua ini berawal ketika Salsa memasuki tahun ajaran baru dengan sekolah baru. "Itu berarti kelasku bakal baru juga, dong? wah teman-temanku pasti akan lebih men