Cerita sebelumnya
Bruuk!!!
Badan gadis mungil itu menabrak seorang pria dengan postur tubuh tegak dengan tinggi lebih dari 170 cm.
"Kevin..?" tanya gadis itu
"Siapa ya?"
"Lo Kevin kan? Alumnus Tuna Bhakti?"
"Yap, dan lo?"
"Gue Tarisha, kita kan pernah jadi tablemate, lo lupa?"
"Oh.. Tarisha" jawab kevin singkat.
"Gila ya, udah lama gak ketemu ternyata lo masih tetep dingin sama gue"
"Apasih, Tar. Lo mau gue gimana?"
"Ya apa kek."
"Oke gue ulang. Tarisha! Gila lo berubah bener.."
"Najis, basi. Btw, lo apa kabar?"
Tuk.. Tuk.. Tuk..
Livia mendengar ketukan sepatu mengarah ke kamarnya. Suaranya semakin dekat. Livia sedikit ketakutan namun rasa penasarannya menguasai rasa takutnya.
Dengan perlahan Ia bangkit dari tempat tidurnya menuju pintu kamar.
Baru setengah jalan sesorang mengetuk pintu kamarnya.
"Sudah kuduga!"
Livia berlari tergesa ke arah pintu, memutar kunci kamarnya, segera membuka pintu dan...
"Oyon!!!!"
Livia terkejut dan lansung memeluk erat sahabatnya itu. Ini yang Leon rindukan selama Ia di London, sebuah pelukan.
Leon Chandra Arista atau biasa disapa Leon, namun berbeda dengan Livia, Ia lebih suka memanggil Leon dengan sebutan Oyon, ntah datang darimana namun Leon sebenarnya tidak pernah suka dengan sebutan itu. namun baginya, apapun yang dikatakan Livia, Ia tidak bisa menolak.
Leon adalah sahabat kecil Livia. Sudah hampir 8 tahun mereka tak bertemu. Saat usia mereka 8 tahun, Leon dan kedua orangtuanya harus pindah ke London karena tuntutan pekerjaann ayahnya. Disaat hari keberangkatan Leon ke London, Livia sengaja tak menemui Leon. Livia lebih menginginkan dirinya mengurung diri di kamar sambil menangisi kepergian Leon. Leon tahu Ia salah karena Ia mengingkari janji nya untuk tidak meninggalkan Livia. Itu mengapa di hari keberangkatannya, pagi-pagi sekali Ia telah di depan kamar Livia, menunggu Livia bangun tidur dan memeluknya untuk terakhir kalinya. Namun ternyata, jangankan untuk memeluk, membukakan pintu untuknya pun Livia tak mau.
"Vi... Ayo dong bangun, kamu bener-bener gak mau nemuin aku? Kamu beneran marah ya?"
Livia dengar itu. Namun Ia tak mau menemui Leon, Ia benar-benar marah pada Leon.
"Vi... Kita gak bakal bener-bener pisah ko. Aku janji setiap hari aku bakal ngehubungin kamu. I promise I'll be back"
Livia menaruh kedua kakinya di lantai, Ia duduk di pinggir tempat tidurnya, menghela napas panjang, dan berteriak...
"TERAKHIR KAMU JANJI YANG KATANYA GAK BAKALAN NINGGALIN AKU AJA KAMU GAK NEPATIN. JANGAN SALAHIN AKU KALAU AKU GAK MAU PERCAYA KAMU LAGI!"
Livia melempar penghapus whiteboard mini-nya ke arah pintu. Leon tersentak, Ia tak menyangka Livia bakal sebegitu marah padanya.
Bersambung
Bruuk!!!
Badan gadis mungil itu menabrak seorang pria dengan postur tubuh tegak dengan tinggi lebih dari 170 cm.
"Kevin..?" tanya gadis itu
"Siapa ya?"
"Lo Kevin kan? Alumnus Tuna Bhakti?"
"Yap, dan lo?"
"Gue Tarisha, kita kan pernah jadi tablemate, lo lupa?"
"Oh.. Tarisha" jawab kevin singkat.
"Gila ya, udah lama gak ketemu ternyata lo masih tetep dingin sama gue"
"Apasih, Tar. Lo mau gue gimana?"
"Ya apa kek."
"Oke gue ulang. Tarisha! Gila lo berubah bener.."
"Najis, basi. Btw, lo apa kabar?"
***
Livia mendengar ketukan sepatu mengarah ke kamarnya. Suaranya semakin dekat. Livia sedikit ketakutan namun rasa penasarannya menguasai rasa takutnya.
Dengan perlahan Ia bangkit dari tempat tidurnya menuju pintu kamar.
Baru setengah jalan sesorang mengetuk pintu kamarnya.
"Sudah kuduga!"
Livia berlari tergesa ke arah pintu, memutar kunci kamarnya, segera membuka pintu dan...
"Oyon!!!!"
Livia terkejut dan lansung memeluk erat sahabatnya itu. Ini yang Leon rindukan selama Ia di London, sebuah pelukan.
Leon Chandra Arista atau biasa disapa Leon, namun berbeda dengan Livia, Ia lebih suka memanggil Leon dengan sebutan Oyon, ntah datang darimana namun Leon sebenarnya tidak pernah suka dengan sebutan itu. namun baginya, apapun yang dikatakan Livia, Ia tidak bisa menolak.
Leon adalah sahabat kecil Livia. Sudah hampir 8 tahun mereka tak bertemu. Saat usia mereka 8 tahun, Leon dan kedua orangtuanya harus pindah ke London karena tuntutan pekerjaann ayahnya. Disaat hari keberangkatan Leon ke London, Livia sengaja tak menemui Leon. Livia lebih menginginkan dirinya mengurung diri di kamar sambil menangisi kepergian Leon. Leon tahu Ia salah karena Ia mengingkari janji nya untuk tidak meninggalkan Livia. Itu mengapa di hari keberangkatannya, pagi-pagi sekali Ia telah di depan kamar Livia, menunggu Livia bangun tidur dan memeluknya untuk terakhir kalinya. Namun ternyata, jangankan untuk memeluk, membukakan pintu untuknya pun Livia tak mau.
"Vi... Ayo dong bangun, kamu bener-bener gak mau nemuin aku? Kamu beneran marah ya?"
Livia dengar itu. Namun Ia tak mau menemui Leon, Ia benar-benar marah pada Leon.
"Vi... Kita gak bakal bener-bener pisah ko. Aku janji setiap hari aku bakal ngehubungin kamu. I promise I'll be back"
Livia menaruh kedua kakinya di lantai, Ia duduk di pinggir tempat tidurnya, menghela napas panjang, dan berteriak...
"TERAKHIR KAMU JANJI YANG KATANYA GAK BAKALAN NINGGALIN AKU AJA KAMU GAK NEPATIN. JANGAN SALAHIN AKU KALAU AKU GAK MAU PERCAYA KAMU LAGI!"
Livia melempar penghapus whiteboard mini-nya ke arah pintu. Leon tersentak, Ia tak menyangka Livia bakal sebegitu marah padanya.
Bersambung
Komentar
Posting Komentar
Mungkin bisa kita bicarakan di comment box:}